Puji dan syukur bagi Allah semata, yang telah menjadikan Wudhu’: “seutama-utama peribadatan, kunci sholat, penghapus dosa-dosa kecil, pencemerlang wajah serta cahaya bagi pelakunya di hari kiamat kelak.”
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita, baginda Nabi Muhammad Shalallaahu Alaihi Wassallam, juga kepada keluarga ahlul baitnya serta seluruh umat yang setia mengikuti risalah yang dibawa oleh beliau Shalallaahu Alaihi Wassallam sampai akhir jaman.
Para pembaca rahimukallah,
Topik kita kali ini akan menyajikan sebuah kajian fiqh yang cukup penting. Terkait dengan “kapan” saja kita diperintah, atau dianjurkan untuk berwudhu’? Serta bagaimana cara Mandi Janabat (junub) yang sesuai dengan bimbingan sunnah Rasulullah Shalallaahu Alaihi Wassallam.
Topik ini sebagai kelanjutan kajian fiqh pada edisi-edisi yang lalu, dengan tema “Keutamaan Wudhu’, dan tata cara wudhu menurut bimbingan Rasulullah Shalallaahu Alaihi Wassallam. Dan, sebelum masuk pada inti pembahasan, alangkah baiknya kita mengingat kembali betapa besar keutamaan wudhu’ disisi Allah SWT. Supaya kita lebih terdorong untuk senantiasa berada dalam kondisi suci (wudhu’). Karena hal ini merupakan tanda kesempurnaan iman kepada Allah SWT dan Rasul-Nya.
Rasulullah Shalallaahu Alaihi Wassallam bersabda:
“Ketahuilah, sesungguhnya sebaik-baik amalan kalian adalah sholat, tidak ada yang bisa menjaga wudhu’, melainkan seorang mu’min.” [HR Ibnu Majjah no.277 dari shahabat Tsauban r.a..Dishahihkan oleh Asy Syaikh Al Albani]
Di antara keutamaan wudhu’ adalah menghapus dosa-dosa yang hanyut bersama tetesan air yang menetes dari anggota-anggota wudhu’. Al Imam Muslim meriwayatkan dari shahabat ‘Utsman bin Affan, ia berkata: “Barangsiapa yang berwudhu’ dengan sebaik-baiknya maka akan keluar kesalahan-kesalahannya dari tubuhnya hingga keluar dari ujung jari-jemarinya.” [HR Muslim no.245 dan Ahmad no.442]
Dari Shahabat Abu Hurairah r.a., bahwasanya Rasulullah Shalallaahu Alaihi Wassallam bersabda: "Apabila seorang muslim atau mukmin berwudhu' kemudian mencuci wajahnya, maka akan (terhapus) dari wajahnya setiap dosa pandangan yang dilakukan kedua matanya, hanyut bersama air wudhu' atau bersama akhir tetesan air wudhu'. Apabila ia mencuci kedua tangannya, maka akan (terhapus) setiap dosa yang dilakukan kedua tangannya hanyut bersama air wudhu' atau bersama akhir tetesan air wudhu'. Apabila ia mencuci kedua kakainya, maka akan (terhapus) setiap dosa yang disebabkan langkah kedua kakinya, hanyut bersama air wudhu' atau bersama akhir tetesan air wudhu', hingga ketika selesai dari wudhu'nya, ia dalam keadaan suci dan bersih dari dosa-dosa." [HR. Muslim no.244 - Shahih Muslim no.190]
Anggota tubuh yang "berwudhu’' akan bercahaya di akhirat kelak.
Rasulullah Shalallaahu Alaihi Wassallam bersabda: "Sesungguhnya ummatku akan dipanggil pada hari kiamat nanti dalam keadaan dahi, kedua tangan, dan kedua kaki mereka bercahaya, karena bekas wudhu'. [HR Al-Bukhari no.136 dan Muslim no.246]
TIDAK ADA WUDHU’ ‘WAJIB’ KECUALI UNTUK SHOLAT
Wudhu’ hanya diwajibkan bagi orang yang hendak sholat sedangkan ia berhadats, adapun selain untuk sholat itu, tidak ada kewajiban berwudhu’ baginya. Wudhu’ untuk sholat wajib hukumnya, baik untuk sholat fardhu (wajib) yang lima waktu, maupun sholat-sholat sunnah, berdasarkan firman Allah SWT:
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan SHOLAT maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu JUNUB maka MANDILAH, Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (jamban-kakus) atau MENYENTUH perempuan lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); Sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi DIA hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-NYA bagimu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al-Maidah [5]: 6)
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan SHOLAT maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu JUNUB maka MANDILAH, Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (jamban-kakus) atau MENYENTUH perempuan lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); Sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi DIA hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-NYA bagimu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al-Maidah [5]: 6)
[Sebagian ‘Ulama menafsirkan kata “menyentuh” pada ayat tersebut dengan artian Jima’ (senggama), seperti pendapat dari para shahabat dan ‘ulama besar seperti Ibnu Abbas, Ali bin Abi Thalib; Ubay bin Ka’ab; Mujahid;, Thawus; Al Hasan Al Basri, ‘Ubaid bin ‘Umair; Said bin Jubair; Asy Sya’bi, Qotadah; dan, Muqatil bin Hayyan (Lihat Nailul Author 1/218, Taudhilhul Ahkam 1/291, dan Tafsir Ibnu Katsir 2/222)]
DISUNNAHKAN, ATAU DIANJURKAN UNTUK BERWUDHU’
1. Sebelum Shalat
Shalat tidak akan diterima oleh Allah SWT tanpa berwudhu’ terlebih dahulu. Sehingga wudhu’ merupakan syarat sahnya sholat.
Dalil:
Shahih Muslim No.176; Dari Abu Hurairah r.a., katanya Rasulullah Shalallaahu Alaihi Wassallam bersabda: "Tidak diterima shalat seseorang (dari) kamu, bila berhadas, sebelum dia ber-Wudhu' lebih dahulu." Disunnahkan untuk memperbaharui wudhu’ setiap kali sholat, walaupun masih dalam keadaan suci (belum batal). Hal ini sebagaimana kebiasaan Rasulullah Shalallaahu Alaihi Wassallam (Lihat HR.Bukhari no.214, dari shahabat Anas r.a.). Tentunya ini bukan perkara yang wajib, karena ‘Rasulullah Shalallaahu Alaihi Wassallam dalam perang Fathu Makkah (Penaklukan kota Makkah), beliau Shalallaahu Alaihi Wassallam sholat lima waktu hanya dengan sekali wudhu’. (Lihat HR.Muslim no.277, dari shahabat Buraidah r.a.)
Hadits ini memberikan faedah atas disunnahkannya berwudhu’ setiap kali hendak sholat, sebagaimana ia memberikan faedah bahwa satu kali wudhu’ dapat digunakan untuk beberapa kali sholat, selagi belum batal wudhu’nya dengan sebab hadats besar atau pun hadats kecil.
2. Terkait Dengan Orang yang Junub
Junub merupakan hadats besar. Cara bersuci yang bisa menghilangkan dari hadats besar adalah dengan mandi janabah. Rasulullah Shalallaahu Alaihi Wassallam telah memberikan tuntunan tentang tata cara mandi tersebut . Dalam mandi janabah disunnahkan berwudhu’ setelah membersihkan alat kelaminnya terlebih dahulu. (Pembahasan secara lengkap di hadirkan pada akhir kajian ini)
Bagi orang yang junub di malam hari dan ia hendak menunda mandi janabah hingga bangun tidur, maka hendaknya sebelum tidur, ia membersihkan alat kelaminnya , kemudian berwudhu’. Ummul Mu.minin ‘Aisyah r.a berkata: “Dahulu Rasulullah Shalallaahu Alaihi Wassallam bila hendak tidur sedangkan beliau dalam keadaan junub maka beliau membersihkan alat kelaminnya lalu berwudhu’ (seperti wudhu’) untuk sholat.” [HR Al-Bukhari No.288]
Demikian pula bagi orang yang junub ketika mau makan, maka hendaknya berwudhu’ terlebih dulu. Sebagaimana hadits ‘Aisyah r.a. beliau berkata: “Sesungguhnya Nabi Shalallaahu Alaihi Wassallam apabila dalam keadaan junub, lantas menginginkan untuk makan-minum atau tidur, maka beliau berwudhu’ sebagaimana wudhu’ untuk sholat.” [HR. Muslim no.305 dan Abu Dawud no.193]
Terkait dengan junub dikarenakan menggauli istri, bila ia ingin mengulanginya lagi maka disunnahkan untuk berwudhu' terlebih dahulu. Rasulullah Shalallaahu Alaihi Wassallam bersabda: "Apabila seseorang telah berhubungan (intim) dengan istrinya, kemudian ingin mengulanginya lagi maka hendaklah berwudhu' terlebih dahulu." [HR. Muslim no.308, At-Tirmidzi no.121; An-Nasa’i no. 262, Ibnu Majah no.580 & Ahmad no.10725, dari shahabat Abu Sa'id Al-Khudri r.a, dan dishahihkan Asy Syaikh Al-Albani dalam Ats Tsamanul Mustathob hal.5].
3. Sebelum Mandi Janabat
Dari ‘Aisyah r.a. beliau berkata: Rasulullah Shalallaahu Alaihi Wassallam apabila mandi janabat memulai dengan mencuci kedua belah telapak tangan beliau, kemudian menuangkan air dengan menggunakan telapak tangan kanannya kearah telapak kirinya, lalu mencuci farji (kemaluan)nya kemudian berwudhu’ sebagaimana wudhu’ untuk sholat.” [Shahih Bukhari No.248, KBC-2005]
4. Sebelum tidur
Tentang sunnah ini, Rasulullah Shalallaahu Alaihi Wassallam telah menjelaskan dalam sabda beliau yang diriwayatkan dari shahabat Al-Barra' bin 'Azib r.a., bahwasanya beliau bersabda:
"Apabila engkau mendatangi tempat tidurmu, maka berwudhu'lah sebagaimana wudhu'mu untuk sholat, lalu berbaringlah pada lambungmu yang kanan." [HR. Bukhari No.234 KBC M’sia-2005].
5. Menyentuh Mushaf Al-Qur’an
Al-Qur'an adalah Kalamullah (firman Allah), yang diturunkan kepada Rasul-Nya, Nabi Muhammad Shalallaahu Alaihi Wassallam sebagai Kitab Suci umat Islam. Dalam rangka memuliakan Al-Qur'an sebagai kalamullah (firman Allah), maka disunnahkan berwudhu' dahulu sebelum memegang kitab suci Al-Qur'an ini. Rasulullah Shalallaahu Alaihi Wassallam bersabda: "Janganlah kamu menyentuh Al-Qur'an kecuali dalam keadaan suci". (HR. Malik no. 419 & Ad-Darimi no. 2166 dishahihkan oleh Asy Syaikh Al Albani dengan banyak riwayat di dalam Al-Irwa’).
Dengan dalil di atas mayoritas para ulama berpendapat bahwa seorang yang berhadats tidak boleh memegang atau menyentuh Al-Qur’an sampai dia berwudhu’.
Demikian juga halnya ketika membaca Al-Qur’an atau berdzikir, maka disunnahkan berwudhu’ terlebih dahulu sebagaimana hadits riwayat Muhajir bin Qunfudz, dimana beliau mengatakan, “Saya mengucapkan salam kepada Rasulullah Shalallaahu Alaihi Wassallam, sedangkan beliau dalam keadaan berwudhu, maka beliau menjawab salam setelah selesai dari wudu’nya, dan kemudian beliau bersabda: "Sesungguhnya tidaklah mencegahku untuk menjawab salam darimu, kecuali bahwasanya aku tidak menyukai menyebut nama Allah (berdzikir) kecuali dalam keadaan suci." (HR.Abu Dawud no.18 dishahihkan Asy Syaikh Al-Albani). Dan, sesungguhnya, membaca Al-Qur'an adalah semulia-mulia dzikir kepada Allah SWT.
Jika demikian, maka tidaklah selayaknya seseorang membaca Al-Qur’an dalam keadaan tidak suci dari hadats (besar maupun kecil).
6. Setelah Mengangkat Jenazah
Bila seseorang ikut mengangkat jenazah, maka setelah itu disunnahkan baginya berwudhu’ .Sedangkan bagi yang ikut memandikan jenazah, maka setelah itu disunnahkan baginya mandi.
Rasulullah Shalallaahu Alaihi Wassallam bersabda: “Barangsiapa memandikan jenazah maka hendaknya ia mandi dan barangsiapa yang telah mengangkatnya, maka hendaknya ia berwudhu’.” [HR. At-Tirmidzi no.94; Abu Dawud no, 2749; Ibnu Majah no 1452; dan Ahmad no.9485. Dishahihkan oleh Asy Syaikh Al Albani di dalam Al-Irwa’]
7. Berwudhu’ dari Setiap Kali Hadats
Bila kita ingin memperoleh kemulian dan maqam tertinggi di sisi Allah dan ingin berdekatan dengan Nabi SAW di surga kelak sebagaimana halnya shahabat Bilal bin Rabbah , maka dawamkanlah (biasakanlah) untuk selalu berwudhu’ dalam setiap keadaan, lalu sholat dengan wudhu’ tersebut, sebagaimana hadist berikut ini.
Rasulullah Shalallaahu Alaihi Wassallam bersabda: “Wahai Bilal! Dengan sebab (amalan) apakah engkau mendahuluiku masuk Al-Jannah. Tidaklah aku masuk Al-Jannah kecuali aku mendengar suara terompahmu dihadapanku.”
Bilal r.a. berkata: “Tidaklah aku selesai adzan kecuali setelah itu aku sholat sunnah wudhu’ dua raka’at , dan tidaklah aku berhadats kecuali setelah itu aku berwudhu’.” [Shahih Bukhari, KBC (1149); HR.At-Tirmidzi No.3689-dishahihkan oleh Asy Syaikh Al-Albani]
TATA CARA MANDI JANABAT
Ummul Mukminin ‘Aisyah r.a. menceritakan tentang mandi janabat sebagaimana yang dicontohkan oleh baginda Rasulullah Shalallaahu Alaihi Wassallam: “ Sesungguhnya Nabi Shalallaahu Alaihi Wassallam ketika mandi janabah, maka beliau memulai mencuci kedua telapak tangannya, lalu berwudhu’ sebagaimana wudhu’ untuk sholat, kemudian memasukkan jari-jemarinya ke dalam air dan menyela-nyela pangkal rambutnya, kemudian menuangkan air ke kepala sebanyak tiga kali dengan kedua telapak tangannya, kemudian barulah menuangkan air keseluruh tubuhnya.” [HR Al-Bukhari no.248 dan Muslim no.716]
Sedangkan riwayat dari Ummul Mu’minin Maimunah r.a., beliau berkata: “Rasulullah Shalallaahu Alaihi Wassallam berwudhu’ seperti wudhu’ untuk sholat kecuali kedua kakinya (belum dicuci), lalu membersihkan alat kelaminnya dan mencuci bagian yang terkena air mani (sperma), kemudian mengguyurkan air keseluruh tubuh, kemudian berpaling ke kedua kakinya lalu mencuci keduanya. Beginilah cara Rasulullah Shalallaahu Alaihi Wassallam mandi janabah.” [HR. Al-Bukhari no.249 dn Muslim no.217]
Dari kedua hadits diatas bisa ditarik kesimpulan tata cara mandi janabah sebagai berikut:
- Mencuci kedua telapak tangan sebelum dimasukkan kedalam bejana.
- Menuangkan air dengan tangan kanan ke tangan kiri, lalu digunakan untuk mencuci kemaluan, sebanyak tiga kali. Kemudian tangan kiri tersebut digosokkan ke tanah atau dinding sebanyak tiga kali. (Lihat riwayat lain dalam Al Bukhari no.274 dan Muslim no.720)
- Kemudian berwudhu’ secara sempurna (atau boleh juga mengakhirkan bagian kedua kaki dan dicuci setelah menuangkan air ke seluruh tubuh).
- Memasukkan jari-jemari ke dalam air, kemudian menyela-nyela pangkal rambut. Setelah itu menuangkan air ke kepala sebanyak tiga kali.
Lantas, bagaimana dengan wanita yang rambutnya di sanggul?
Haruskah ia melepas sanggulnya setiap kali mandi junub?
Jawab: Tidak perlu!
Sesuai hadits riwayat ummu Salamah r.a. yang bertanya tentang hal diatas kepada Nabi SAW. “Ya, Rasulullah,! Saya seorang perempuan yang suka menyanggul rambut supaya rapi. Apakah harus kulepas sanggulku setiap kali mandi junub? Jawab Rasulullah Shalallaahu Alaihi Wassallam, “Tidak perlu! Cukuplah anda tuangkan air di kepala anda tiga kali sauk.” [Shahih Muslim No. 278 KBC]
Setelah itu baru mengguyurkan air ke seluruh tubuh.
KAPANKAH WAJIB MANDI JANABAT?
Dari Abu Sai’id Al Khudri r.a. katanya …Seorang sahabat anshor (Itban) bertanya kepada Rasulullah Shalallaahu Alaihi Wassallam: ”Bagaimana bila seseorang tergesa-gesa menyudahi senggama dengan istrinya sehingga dia belum keluar mani, wajibkah dia mandi?"
Jawab Rasulullah Shalallaahu Alaihi Wassallam: “Apabila anda kaget,sehingga anda menyudahi senggama tanpa keluar mani, anda tidak wajib mandi, tetapi berwudhu’.” [Shahih Muslim no.296]
Dalam hadits lain yang serupa riwayat Ubay bin Ka’ab yang bertanya kepada Rasulullah Shalallaahu Alaihi Wassallam pperihal seorang laki-laki yang bersenggama dengan istrinya tetapi tidak sapai keluar mani, maka jawab Rasulullah Shalallaahu Alaihi Wassallam: “ Dia harus mencuci zakarnya, dan sesudah itu berwudhu’.” [HR Muslim No. 298]
Menjawab pertanyaan Abu Musa tentang “Apakah yang mewajibkan mandi?” maka Ummul Mukminin ‘Aisyah berkata, Rasulullah Shalallaahu Alaihi Wassallam bersabda, “Apabila anda duduk di antara empat cabang tubuh perempuan (dihadapan kemaluannya), kemudian anda bersenggama, maka sesungguhnya telah wajib mandi.” [Shahih Muslim no.300]
Hadits ini menunjukkan bahwa kewajiban mandi junub itu tidak tergantung kepada keluar mani atau tidak keluar. Tetapi apabila kemaluan laki-laki telah masuk ke dalam farji perempuan, maka wajib baginya mandi.
Wallahu A’lam Bis Shawab.
Akhirul kata, demikianlah kaifiyah (tata cara) wudhu’ yang kami petik dari hadits-hadits Rasulullah SAW dan yang dapat kita sajikan pada topik kita kali ini, semoga bermanfaat , khususnya bagi kaum muslimah sekalian.
Alhamdulillah, segala puja dan puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah Robbul ‘Alamin. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad Shalallaahu Alaihi Wassallam beserta keluarga, istri, para shahabatnya serta pengikut mereka dalam kebajikan hingga datangnya hari pembalasan nanti.
إِنّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِي ماً َ
“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, ber-Shalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah Salam penghormatan kepadanya.”
(QS Al-Ahzab [33]:5)
Dari Buletin Islam Al-Ilmu Edisi No:39/XI/V/1428
0 komentar:
JANGAN RAGU!
Tuliskanlah apa yang ingin anda sampaikan ... !